Kisah Sang Dewi
Sebuah karya dari :
Budi Setiadi Reswara
(102011020)
Goresan pena dari seorang Mahasiswa jurusan Manajemen
STIE KRIDATAMA BANDUNG
KISAH SANG DEWI
Oleh : Budi Setiadi
Assegaff
Namaku Dewi Nuraeni, dan biasa di
panggil Dewi. Aku adalah anak kedua dari seorang janda penjual ikan keliling
yang biasa di panggil Bi Kilah. Aku adalah seseorang yang sangat sayang
terhadap keluarga, apapun akan aku lakukan asalkan keluargaku bahagia.
Sejak kematian bapak tiga tahun
yang lalu, hidup keluargaku susah. Emak menjadi tulangpunggung untuk
mempertahankan hidup kami. Aku yang sudah cukup dewasapun memutuskan untuk
hijrah ke bandung mencari rizki, dan aku tinggal di rumah saudara jauhku, Ceu
Eti.
Sebulan
sudah Aku tinggal di rumah Ceu Eti di Bandung. Aku merasa seperti di rumah
sendiri karena Ceu Eti sangat baik terhadapku, sifatnya mirip dengan emak yang
sabar dan lembut. Walau kadang aku juga merasa tak betah, karena anak Ceu Eti
yang bernama Anton, sering sekali mencari gara-gara dan tampak tak senang
dengan kehadiranku.
“Dewiiiiiiiii..
Cepat kesinii..” teriakan seorang lelaki yang tiada lain adalah Anton
mengagetkanku.
“Iya sebentar..” aku langsung mengham- piri sumber
suara.
Di ruang
tengah tampak Anton dengan wajah sinisnya memandangku seperti memendam
kebencian. Entah apa salahku, dan entah mengapa ia jadi seperti ini padahal
seingatku dulu Anton adalah anak yang ramah.
“Heh
dewok, jangan malas-malasan ya ! Disini kamu itu Cuma numpang, gratis pula.
Jangan samakan seperti dirumahmu. Kamu itu harus tahu diri. Dari pertama kamu
tinggal disini yang aku perhatiin kamu itu kerjaannya cumin duduk, nonton,
makan, mainin hp, emang kamu pikir disini hotel? Jangan so ngerasa jadi ratu kamu. Tuh
lihat di dapur banyak piring gelas kotor, cuci sana ! Sekalian kamu cuciin
bajuku di ember, jangan Cuma diam aja bisanya.” Bentak Anton dengan begitu
kasarnya, ia bertolak pinggang dengan mata melotot dan tangan menunjuk-nunjuk,
sungguh berbeda dengan Anton yang dulu ku kenal.
Akupun
menuruti apa yang diperintahkan Anton. Mataku sedikit berkaca-kaca karena
merasa sakit hati. Baru kali ini aku dibentak-bentak seperti itu, sedangkan
emak dan bapak tak pernah membentakku seperti itu.
Akupun
harus menyadari posisiku sekarang, aku disini hanya numpang dan aku harus bias
menitipkan diri. Mungkin Anton tidak tahu kalau setiap hari aku selalu membantu
pekerjaan rumah muali dari mencuci baju, cuci piring, memgepel, menyiapkan
makanan dan lainnya. Anton tak tahu karena seharian ia bekerja dan tak ada di
rumah. Dan ketika ia bertemu denganku yang ia jumpai aku selalu dalam posisi
santai, istirahat, duduk nonton dan lainnya. Sehingga ia menganggapku hanya
benalu di rumahnya.
Kalo
Anton sudah marah-marah, ingin rasanya aku pergi dari rumahnya. Tapi aku tidak
enak dengan Ceu eti yang sangat baik terhadapku dan sudah menganggapku seperti
anaknya sendiri, karena anak perempuan Ceu Eti sekarang tinggal di panti
rehabilitasi karena sebuah kasus.
**********
Hidup memang penuh liku-liku, tak mungkin
aku menganggur terus, dan alhamdulilah dua bulan sudah aku bekerja di PT.
Winggatex, sebuah perusahaan garment di kawasan bandung Selatan. Ini adalah
pengalaman kerja pertamaku. Disini aku belajar bagaimana cara bekerja sebagai
seorang tailor helper. Walau gajiku
tak seberapa, aku patut bersyukur karena kini aku punya penghasilan tetap dan
bias mengirimkan sebagian gajiku untuk dikirimkan ke emak.
Yang membuatku betah kerja disini, selain
rekan kerja yang solid, atasan yang baik, disini juga menemukan cinta. Cinta
yang dulu kudambakan ternyata ku temukan di tempat ini. Aku berpacaran dengan
seorang pria keturunan sunda-makassar yang bernama Dhani.
Dhani adalah seorang machine maintenance yang handarl dan cukup terkenal di PT.
Winggatex. Parasnya yang tampan , kulit putih dan berpostur tinggi menjadi daya
pikatnya. Banyak sekali karyawati-karyawati pabrik yang tergila-gila padanya,
beruntunglah aku yang bias jadi pacarnya. Dhanipun berkata beruntung bias
memilik, karena memang walaupun aku gadis desa, di pabrik ini aku menjadi idola
para pria dan aku sering di panggil “Dewi
Mojang Mencrang” . ya banyak yang bilang Dewi dan Dhani adalah pasangan
yang serasi, cantik dan tampan.
Walaupun
hubungan kami masih seumur jagung, namun kami sudah yakin dan saling percaya
satu sama lain. Bagiku Dhani adalah sosok pria ideal selain tampan, pintar,
kata-katanyapun santu dan bias di percaya. Aku yakin Dhani adalah tipikal
lelaki setia. Begitupun dengan Dhani ia sangat percaya kepadaku dan kami saling
menyayangi.
Dhani
pernah berjanji akan menikahiku jika tabungan yang ia miliki sudah cukup untuk
meminangku ke pelaminan. Akupun sudah yakin dia cinta terakhirku, aku tak ingin
kehilangan dia. Demi dia akan ku serahkan jiwa dan ragaku, aku ingin memiliki
dia seutuhnya.
************
Semakin
hari semakin cinta, itulah yang aku rasakan kepada kekasihku, Dhani. Hubungan
kamipun semakin hari semakin mesra. Kami bagaikan amplop dan perangko yang
kemana-mana selalu bersama. Aku sangat saying kepada Dhani yang sangat
romantis.
Hari ini
aku akan membawa Dhani ke rumah Ceu Eti sesuai permintaan Ceu eti tadi malam. Aku
akan memperkenalkan Dhani kepada Ceu Eti dan Anton. Semoga saja Ceu Eti suka
dengan Anton dan merestui hubungan kami. Dhani yang berpenamilan rapi dengan
kemeja biru, celana jeans hitam, dan sepatu pantofel mengkilat, sangat terlihat
kharismatik, aku yakin Ceu Eti akan suka dan menyetujui hubungan kami.
“Dhani
Perkenalkan ini tanteku, Tante Eti. Dan Ceuceu, perkenalkan juga ini Dhani yang
selalu aku ceritakan itu lho.” Kataku yang mulai memperkenalkan mereka.
“Uluhhh Dewi, meni kasep pacarmu teh.
Kalo ceuceu jomblo, pasti ceuceu naksir.” Canda Ceu Eti dengan tawa renyahnya.
Kamipun
tertawa mendengarkan candaan Ceu Eti. Dhani tampak senang karena ternyata Ceu
eti begitu ramah dan ada signal baik untuk hubungan kami.
“Dewi
bikin minum atuh buat arjuna kamu
ini. Bikin minuman yang manis, biar hubungan kalian tetap manis, hehe. Ceuceu
mau berbincang berdua dengan Dhani, jangan cemburu ya.” Pinta Ceu eti dengan
sedikit bercanda.
Akupun
pergi ke belakang untuk menyiapkan minum dan pudding yang sudah kubuat sejak
pagi. Aku berharap dalam perbincangan nanti akan di bahas tentang keseriusan
Dhani untuk menikahiku. Aku berharap Dhani bisa meyakinkan Ceu Eti bahwa dialah
yang terbaik untuk menjadi pendamping hidupku. Aku yang menyiapkan minuman di
dapurpun terbuai dalam lamunan akan pernikahan yang kudambakan. Hingga…
Astagfirullohaladzim,,
suara apa yang kudengar. Aku mendengar suara orang bertengkar, aku mendengar
suara amarah Anton. Aku mendengar Ceu Eti berteriak, dan aku mendengar seperti
ada kaca pecah. Ya Alloh apa yang terjadi, apakah Anton berbuat onar lagi.
Aku yang
agak panik karena kaget segera berlari ke ruang tengah, aku takut sesuatu
terjadi kepada Dhani. Aku takut calon suamiku itu di apa-apakan oleh si bengis
Anton. Dan ternyata…
Ya Tuhan,
benar saja dugaanku. Aku melihat Anton dengan kasarnya memukuli Dhani terus
menerus hingga Dhani terpojok di sudut ruangan dan tak bisa melawan. Anton juga
dengan garangnya menendang-nendang tubuh Dhani yang sudah tersungkur dan tak
bias bangkit melawan. Sementara Ceu Eti hanya bias berteriak meminta Anton
berhenti menganiyaya Dhani, namun apa daya Anton yang sudah tampak kesurupan
itu, tak mau menghentijkan aksinya.
“Hentikaaaaaaaaaannnnn.”
Teriakku sambil meangis sejadinya, aku tak tega melihat Dhani di siksa tanpa
salah dan dosa yang ia lakukan. Aku tak kuasa dan ingin sekali kubalas
perbuatan Anton.
Antonpun
menghentikan aksinya dan dengan wajah penuh setannya ia dating menghampiriku
yang bersimpuh dan menangis.
“Mulai
sekarang, kamu tinggalin laki-laki yang bernama Dhani itu. Dia nggak pantas
buat kamu.” Kata Dhani kepadaku, dari sorot matanya nampak ketidaksukaannya
terhadap Dhani.
Antonpun
pergi meninggalkan kami dengan wajah yang masih penuh emosi. Sebelum pergi ia
sempat menghadiahi Dhani sedang satu tendangan lagi ke arah punggung. Iapun
terlihat pergi dengan motor Kawasaki ninja hijaunya.
Aku masih
dalam tangis yang amat deras, hancur hatiku melihat Dhani yang babak belur dan
tampak darah segar di kepalanya.Entah mimpi apa aku semalam, sehingga kejadian
ini terjadi.
**********
Setelah
kejadian itu Dhani jadi sedikit berubah. Ia seperti marah kepadaku dan kadang seperti
mencari-cari alasan untuk berpisah denganku. Aku mencoba memahami sikap Dhani,
mungkin ia merasa bahwa cinta kami tak dapat di satukan karena terhalang restu
keluarga.
Dan sejak
saat itu pula, aku semakin membenci Anton. Tak pernah kami bertegur sapa satu
patah katapun. Bagiku dia adalah setan yang tak bias melihat aku bahagia, dia
hanyalah monster penghancur kebahagiaanku. Akupun sering berdoa supaya Anton
cepat mati dan masuk neraka.
Entah
mengapa Ceu Eti yang dulu ku kenal baik dan ramah kini seakan terpengaruh oleh
Anton, dan ia melarangku untuk menjalin hubungan dengan Dhani. Sikapnya lebih
protect dan melarangku pulang malam. Aku tak boleh keluar rumah tanpa seijin
dia. Dan jika ketahuan aku berhubungan lagi dengan Dhani, ia akan mengusirku
dan memutuskan tali persaudaraan antara kami.
Ya Tuhan,
apa salahku sehingga hidupku terus-terusan menderita. Aku ingin merasakan
kebahagiaan seperti oranglain. Kenapa ketika aku merasa bahagia, secepat itu
pula ada badai yang menerjang dan berusaha memporak- porandakan semua, kadang
aku lelah dan ingin bunuh diri.
Tanpa
sepengetahuan Ceu Eti dan Anton, aku masih menjalin hubungan dengan Dhani. Aku
ijin berangkat kerja, padahal aku pergi ke kosan Dhani. Ya, aku merasa
bertanggung-jawab terhadap Dhani. Setelah kejadian pemukulan itu aku selalu
datang untuk mengobati lukanya dan menemaninya seharian.
Bahagia
rasanya ketika aku berada bersama Dhani, bisa mengurusinya dan menyiapkan
segala keperluannya layaknya seorang istri.
Kini,
dari jam 7 pagi hingga jam 5 sore setiap hari aku selalu menemani Dhani, yang
semakin lama semakin membuatku tak bisa lepas dari jerat cintanya. Aku semakin
sayang kepadanya dan tak ingin kehilangannya.
Aku ingin
sekali segera menikah dengannya, namun Dhani yang dulu selalu meyakinkanku
untuk menikahiku, kini sering berkelit jika di tanyai tentang pernikahan. Ia
berkata bahwa percuma menyatukan cinta dalam ikatan pernikahan tanpa restu
keluarga, karena akan selalu terjadi perselisihan dan tak ada ketentraman.
Mendengar
perkataan Dhani, aku kadang merasa sangat benci dengan keluarga Ceu eti yang
telah menghancurkan hubungan kami dan menghalangi niat baik kami dalam ikatan
pernikahan
***********
Pusing
kepala ini, dan terasa mual rasanya ingin muntah. Aku yang baru saja sholat subuh
segera menuju kamar mandi. Dan akupun muntah-muntah karena rasa tak enak di
perut. Rasanya ada yang memutar perutku sehingga aku muntah-muntah.
“Dewi,
kamu kenapa? Kamu sakit ya?” Kata Ceu Eti yang tiba-tiba datang mengham-piriku.
“Dewi
cuma pusing dan mual ceu, mungkin maag
Dewi kambuh.” Kataku yang tampak pucat karena masih merasa pusing dan mual.
“Oke,
kamu istirahat dulu ya, ceuceu bawa dulu obat dan peralatan dokter ceuceu. Biar
ceuceu tahu kamu sakit apa.” Kata Ceu eti yang membopongku ke ranjang.
Aku yang
merasa tak enak badan inipun langsung berbaring dan mengistirahatkan tubuhku
yang juga merasa lemas.
Ceu Eti,
yang merupan petugas kesehatan di Puskesmas Baleendah inipun pergi membawa
peralatan dokter dan obat-obatan untuk memeriksa
sakitku. Tak berapa lama, iapun datang dengan tas dokternya.
Ia
memeriksa badanku dengan beberapa alat yang ia bawa, dari memeriksa tensi
darah, hingga beberapa pemeriksaan kesehatan yang aku tak mengerti apa namanya.
Sejenak
kulihat Ceu Eti mengerutkan keningnya, tanda ada sesuatu yang ia rasakan aneh.
Dan kulihat ia menggelengkan kepala, tampaknya ada penyakit aneh yang
menjeratku.
“ Siapa
yang menghamili kamu Dewi?” Tanya Ceu eti yang membuatku tercengang kaget.
“Maksud
Ceuceu?” Kataku yang merasa herah dengan pertanyaan Ceu Eti.
Ceu Eti,
menatapku dalam, tiba-tiba matanya kulihat berkaca-kaca dan airmatanya pun
jatuh. Ia memelukku erat.
“Kamu
hamil Dewi. Kenapa kamu bisa melakukan hal itu, hukhuk.. Padahal kamu itu anak
yang baik, anak penurut. Ceuceu ga mengira hal ini bias terjadi kepada kamu.
Untuk kedua
kalinya ceuceu harus menerima kenyataan yang serupa setelah Mery anak ceuceu yang juga hamil diluar nikah,
sekarang kamu juga mengalaminya. Siapa ayah dari anak yang kamu kandung Dewi?
“ Tanya Ceu Eti yang menangis tersedu-sedu.
Aku yang
masih tak percaya dengan kenyataan ini, hanya bisa terbengong dan tak mampu
mengucapkan sepatah katapun. Entah kabar sedih atau kabar bahagia yang ku dapat
pasalnya, aku bahagia bisa mengandung anak dari benih cintaku dengan Dhani,
lelaki yang
kucintai, sedihnya aku harus menanggung malu bahkan mungkin keluarga, teman dan
tetangga yang akan mencemoohkanku, dan emak pasti sangat terpukul jika
mendengar berita ini.
“Maafkan Dewi Ceu, Dewi sudah
melakukan jalan yang salah dengan Dhani. Kami khilaf.” Jawabku dengan penuh
sesal.
Memang sudah beberapakali aku
melakukan hal yang dilarang bagi seorang muslim yang belum menjadi muhrimnya.
Sebagai pembuktian cinta yang selalu Dhani pinta, akupun menyerahkan
keperawananku untuknya. Hal ini kami lakukan pula sebagai jalan pintas, agar
kami di restui menikah. Aku percaya, karena Dhani berjanji akan bertanggung
jawab dan akan segera menikahiku.
Ceu Eti menangis sejadi-jadinya
ketika aku mengaku kalau Dhani adalah ayah dari anak yang aku kandung. Ia
tampak terpukul dan serasa disambar petir. Akupun menjelaskan bahwa Dhani akan
bertanggung jawab dengan perbuatannya, ia masih tetap saja menangis dan
menggeleng-gelengkan kepala.
“Kenapa kamu masih menjalin
hubungan dengan dia Dewiii, hukhuk. Ceuceu kira kamu menuruti apa yang ceuceu
minta untuk menjauh dari dia. Ceuceu tak rela.” Kata ceu Eri dengan suara
tersedu karena menangis.
“Dewi sayang Dhani, ceu. Dewi
ingin menikah dengan Dhani. Kami melakukan hal tersebut agar kami bisa dinikahkan.”
Jawabku yang sebenarnya merasa bersalah.
“Dhani bukan laki-laki yang baik,
Dewi. Dia adalah seorang bajingan, dia seorang bandar narkoba yang juga telah
menghancurkan hidup Mery adikku.” Suara Anton yang tiba-tiba hadir di
tengah-tengah kami.
“Kamu tahu kenapa waktu itu aku
memukuli Dhani yang datang kemari. Karena dia yang membuat Mery sekarang berada
di balik jeruji besi karena terjerat kasus narkoba. Dia juga adalah orang yang
pernah menghamili Mery, hingga akhirnya Mery hampir meninggal karena berusaha
menggugurkan kandungannya. Aku dan mamah tak ingin hal naas itu terjadi pula
pada kamu, karena kami sayang kepada kamu, dan sudah menganggap kamu sebagai
anak dan adik kandung. Dan kami sangat terpukul menerima kenyataan kamu
dihamili oleh si bajingan itu. Apa yang harus kami katakan kepada Emakmu, apa
ini salah kami yang tidak bisa menjagamu.Andai kamu bisa memahami sikap kami, kami
protect karena kami takut kamu
kenapa-napa, karena pergaulan desa dan pergaulan kota itu beda. Dan ternyata
kamu salah dalam bergaul. Tapi sekarang nasi sudah menjadi bubur, sekarang
semua terserah kamu.” Lanjut Anton dengan suara yang datar, kali ini Anton
berbeda. Kata-katanya lebih lembut dan tampak kekecewaan dari sorot matanya.
“Aku tak peduli siapapun Dhani,
aku sudah terlanjur sayang kepadanya.Aku percaya dia akan bertanggung jawab
atas anak yang ku kandung.” Jawabku dengan tangis yang bingung, aku tak percaya
dengan semua keburukan Dhani yang di ceritakan Anton. Bagiku Dhani adalah
lelaki baik dan bertanggungjawab.
“Baik, sekarang kita susul ke
rumahnya, kita bicarakan hal ini. Mudah-mudahan dia bisa mempertanggungjawabkan
perbuatannya.” Ajak anton yang sungguh berbeda dari biasanya, kini ia tampak
sangat bijak.
***********
Aku, Ceu Eti dan Anton mendatangi
kosan Dhani di kawasan Palasari Bandung. Kami akan meminta pertanggungjawaban
Dhani untuk menikahiku. Anton dan Ceu Eti menunjukan rona wajah tak yakin akan
pertanggungjawaban Dhani, namun aku tetap positive
thinking bahwa Dhani akan segera menikahiku.
Kuketuk pintu kosan Dhani, dengan
wajah yang sumuringah karena aku akan memberi kabar baik kalau anak Dhani
sekarang ada dalam kandunganku. Aku yakin Dhani pasti senang mendengarnya, dan
akan segera membawaku ke pelaminan.
Beberapa kali ku ketuk, tak ada
yang membuka pintu bahkan terdengar sepi dalam kamar kosnya. Kucoba buka pintu,
namun pintunya terkunci. Ada sedikit rasa waswas dihatiku, namun aku tetap
mencoba untuk positive thinking.
Kulihat Ceu Eti dan Anton seperti
memendam rasa cemas dan rasa bimbang. Berkali-kali aku melihat mereka
menggeleng-gelengkan kepala seakan takut sesuatu yang mereka cemaskan terjadi.
Tanpa terasa sudah tiga jam kami
berada di depan kosan Dhani, namun orang yang kami tuju tak juga menunjukan
batang hidungnya. Berkali-kali aku sms tak ada balasan, dan ketika aku telponpun
tak ada jawaban. Aku semakin cemas dan takut Dhani pergi meninggalkanku.
“Maaf, mau ke penghuni kosan ini
ya. Keberulan orang yang tinggal di kamar kosan ini sudah pindah kemarin
malam.” Kata seorang bapak-bapak yang tiba-tiba datang dan ternyata pemilik
kos.
“Pindah kemana ya pak?” tanyaku
dengan penuh rasa waswas.
“Kurang tahu neng, neng pacarnya
yang sering datang ke sini ya? Bapak kira neng tahu Dhani pindah kemana.” Ungkap
bapak itu.
“Dia ga nitip pesan apa-apa
pak?”Tanyaku.
“Tidak neng, bahkan ketika
pindahpun tak ada yang tahu, karena ia meninggalkan kosan ini malam-malam.”
Jawab bapak itu.
Aku semakin panik, dan tak bisa
kontrol diri. Aku terus-menerus menghubungi nomor ponselnya namun belum juga
ada jawaban. Padahal ketika aku memberi dia sms tentang kandunganku, ia
menyambut kabar itu dengan penuh sukacita. Ya Tuhan, kenapa Dhani menghilang
begitu saja disaat aku sangat membutuhkan pertanggung jawabannya.
Ceu Eti tampak sedih, karena hal
yang ia takutkan benar-benar terjadi. Dan Anton tampak marah, wajah dan matanya
memerah dan terus-terusan dia menghisap rokok sebagai penenangnya. Namun
kulihat tangannya terus mengepal-ngepal menahan emosi.
Ya Tuhan, semoga yang mereka
takutkan tak benar-benar terjadi. Aku masih yakin dengan janji Dhani. Aku yakin
dia akan bertanggungjawab atas anak yang ku kandung. Ku mohon bukakan hati
Dhani agar segera mendatangiku untuk meminangku.
Dhani, dimanapun kamu berada aku
berharap kamu tetap ingat dengan janji yang dulu kamu ucapkan. Aku tak mau
mengandung tanpa suami, dan anakku lahir tanpa ayah. Semoga kamu mendengar isi
hatiku, karena aku sayang kamu.
Handphoneku berbunyi tanda ada
pesan masuk. Alhamdulilah, ternyata pesan yang masuk dari Dhani, akhirnya ada
kabar darinya. Ku Buka pesannya dan ku baca. Pesan itu berbunyi,
“Dewi maafkan aku, aku belum bisa
menikahimu. Tolong jaga anak yang ada dalam kandunganmu. Bukannya aku tak
sayang, tapi aku harus pergi jauh dan tak bisa bersamamu lagi.”
Hancur hatiku, remuk jantungku
membaca pesan dari Dhani. Bagai disambar petir rasanya aku harus menerima
kenyataan Dhani yang ternyata tak bertanggungjawab atas semua yang pernah ia
lakukan dan dengan seenaknya ia pergi meninggalkanku dan menelantarkan anak dikandunganku
hasil buah cinta kami.
Aku langsung menelpon menghubungi
nomor ponsel Dhani untuk meminta penjelasan. Namun nomor Dhani yang ku hubungi
kini tidak aktif. Ya tuhan, ternyata benar Dhani adalah seorang bajingan.
Ceu Eti yang ikut membaca pesan
di sms itu dan melihat ku menangis, tampak tak tega melihatku. Ia menunjukan
kekecewaan yang teramat dalam. Ia memendam amarah yang tak tercurahkan, ia
hanya bisa meluapkannya dengan airmata.
Aku memeluk Ceu Eti erat, aku tak
kuasa menerima kenyataan ini. Rasa sedih, sesal dan amarah semua campur aduk
menjadi satu. Aku merasa menjadi wanita bodoh yang dengan begitu mudah ditipu
oleh cinta. Aku wanita egois yang tak mau mendengar pepatah keluarga yang
sebenarnya amat menyayangiku. Mataku seakan dibutakan oleh cinta, cinta yang
akhirnya menghancurkanku dan menghan-curkan masa depanku.
Kini masa depanku suram,
keperawananku sudah hilang. Aku harus menanggung malu, karena mengandung tanpa
suami. Begitupun dengan anakkuyang harus lahir tanpa ayah. Aku tak tahu
bagaimana hidupku ke depannya. Aku merasa menyesal telah melawan semua larangan
keluarga Ceu eti yang menentang hubunganku dengan Dhani.
Mereka yang semula ku kira jahat
dan penghancur kebahagiaanku, tenyata mereka sebenarnya sangat baik dan ingin
melindungiku. Dan ternyata memang benar, Dhani adalah seseorang yang brengsek
dan mungkin benar apa yang Anton pernah katakan tentang masa lalu dani yang
pernah menghancurkan kehidupan Mery, sepupuku.
**************
Hari demi hari berlalu, semakin
hari perutku semakin besar. Usia kandunganku kini menginjak usia 8 Bulan dan
tinggal menunggu 1 bulan lagi anak yang ku kandung akan lahir ke dunia.
Kenyataan hidup yang membuatku
senang dan juga sedih, karena anak yang kulahirkan kelak tak berayah, tak tahu
siapa yang akan dia panggil ayah atau papa. Aku juga takut kelak banyak orang
yang akan memanggilnya anak haram.
Mungkin saja hal itu akan
terjadi, anakku akan menjadi cemoohan orang. Bagaimana tidak, selama ini akupun
jadi bahan gunjingan orang. Banyak yang memanggilku perek, pelacur, jablay dan
semacamnya. Aku seakan wanita hina yang tak ada harganya.
Beruntunglah aku masih punya
saudara yang baik,sebaik Ceu Eti dan Anton. Mereka masih mengizinkanku untuk
tinggal di rumahnya sementara waktu selama aku masih mengandung. Mereka
mengerti karena aku belum mau pulang ke Cililin karena belum siap menceritakan
semua kejadian yang menimpaku kepada emak.
Sampai sekarang aku masih
memendam benci yang teramat dalam kepada Dhani, ayah dari anak yang ku kandung.
Aku tak sudi lagi jika harus bertemu dengan lelaki bajingan itu, lelaki yang
telah menghancurkan masa depanku dan masa depan anakku. Bagiku Dhani adalah
iblis pencari nafsu dan tak akan pernah aku maafkan semua kebiadabannya.
Entah mengapa aku masih belum
bisa melupakannya, bayang-bayang saat masih memadu kasih dengannya masih
terbesit dalam ingatanku. Dan aku merasa jijik jika ingat dengan apa yang
pernah ia lakukan padaku.
Aku bangun dari lamunanku karena
ku dengar ada orang yang mengetuk pintu. Aku membukakan pintu dan ada seorang
ibu-ibu seumuran emak yang menanyakanku. Akupun mempersilakan ia masuk untuk
mengetahui keperluannya terhadapku.
Kami berbincang dan lumayan cukup
lama. Astagfirulloh, ia adalah ibunda Dhani, mantan kekasih yang paling ku
benci. Sebenarnya aku ingin marah dan berteriak saat itu, namun aku tak kuasa
dengan kelembutan ibu itu berbicara dan tak tega karena ibu itu sudah tua,
akupun membiarkannya terus bicara.
“Neng Dewi, ibu cuman mau
menyampaikan kalau kurang lebih delapan atau sembilan yang lalu tepatnya
tanggal 14 februari, Dhani meninggal karena kecelakaan. Almarhum meninggal
dalam perjalanan ketika hendak melamar Neng Dewi kesini. Dan Maaf, ibu dari
pihak keluarga baru memberi kabar sekarang.” Ucap wanita tua itu lirih.
Aku hanya terbengong mendengar
apa yang diucapkan wanita tua ini. Antara percaya atau tidak, kenyataan yang
aku tak tahu bisa di percaya atau tidak. Dan ketika ibu itu menyebutkan Dhani
meninggal pada 14 Februari beberapa bulan yang lalu, aku teringat ketika aku
dan keluarga Ceu Eti datang ke kosan Dhani dan meminta pertanggungjawaban Dhani
dan sms terakhir Dhani yang meminta maaf kepadaku dan harus pergi jauh dariku.
“Dhani sangat menyayangi Neng
Dewi. Namun pada kenyataannya takdir Alloh yang memisahkan. Ini ada titipan
buat Neng Dewi dari almarhum sebelum meninggal.”Ucap ibu itu yang memberiku
sebuah kotak berwarna hitam.
Aku membuka kotak itu, dan di
dalamnya terdapat kalung dan cincin permata dan ada selembar kertas bermotif
bunga. Akupun membuka kertas itu dan membaca tulisan di dalamnya.
“Teruntuk Dewi Bidadariku,
Sejak aku mengenalmu, aku merasakan cinta yang sangat begitu
dalam. Rasa cinta yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Bukan kesempurnaan
yang ku harapkan, dan bukan kesenangan semata yang ku inginkan, tapi aku
mencintaimu untuk memberi kebahagiaan.
Aku tahu cinta kita terhalang restu dari keluargamu, namun
itu tak akan menggoyahkan cintaku padamu. Aku selalu berusaha memperjuangkan
cinta ini dan berharap kekal abadi hingga aku mati.
Aku sadar masa laluku yang kelam, yang membuat keluargamu
tidak setuju dengan hubungan kita. Namun perlu kamu tahu, semenjak ada dirimu,
aku telah berubah 180 derajat. Kamu yang mengajarkan aku sholat, mengajarkan
aku mengaji, mengajarkanku dekat dengan pencipta, kamu telah merubah hidupku
menjadi lebih baik.
Dewi sayangku...
Aku tak akan pernah mungkin mengingkari janji yang dulu
pernah kuucapkan kepadamu. Karena aku ingin kamu yang jadi pelabuhan cinta
terakhirku. Aku ingin kita bersama sampai ajal yang memisahkan kita.
Sudah sejak lama, aku mempersiapkan pernikahan kita, namun
aku tak pernah bicara padamu, aku sengaja merahasiakannya untuk memberikan kejutan
istimewa kepadamu. Aku telah membangun rumah di desaku untuk tempat tinggal
kita dan anak-anak kita nanti. Aku ingin kita menjadi keluarga yang Sakinah, Mawadah, Wa Rohmah.
Dewi sayangku,..
Ketika aku menulis surat ini kepadamu, aku berada di rumah
sakit. Pagi tadi mobil yang membawa rombongan keluargaku untuk melamarmu
mengalami kecelakaan. Beruntung keluargaku masih selamat, tapi luka dalam
dibagian kepalaku membuat aku harus berbaring di rumah sakit ini.
Aku senang ketika kamu mengirim pesan bahwa kamu mengandung
anak kita. Rasanya ingin sejaki aku meminagmu dan menjadi ayah yang baik buat
anak kita.
Dewiku..
Dokter sudah datang, hari ini juga aku akan di operasi. Aku
sempat di vonis hidup tak lama lagi jika operasi ini gagal. Aku hanya berharap
semoga ada keajaiban di balik semua ini, karena aku masih ingin bersamamu dan
menyambut datangnya anakku.
Namun aku minta maaf, jika ini adalah hari terakhirku di
dunia. Kamu pernah mengajar-kanku dalam Qur’an bahwa semua makhluk pasti jika
sudah saatnya akan meninggal. Jadi tolong ikhlaskan aku jika aku meninggal
pasca operasi ini.
Maafkan bila selama hidup, aku belum bisa membahagiakanmu.
Tolong jaga anak kita.
Jika pesan ini tak sampai padamu, berarti aku masih hidup
dan akan hidup untuk menyambut kebahagiaan denganmu. Namun jika pesan ini
sampai kepadamu, berarti aku telah menghadap sang kholik dan mungkin ini pesan
terakhirku.”
I Love you.....
Ya Tuhan, ternyata Dhani
benar-benar menyayangiku. Dan ketika aku yakin kembali dengan cintanya, aku
harus menerima kenyataan dia telah kau ambil terlebih dahulu dan meninggalkanku
untuk selamanya. Masukkan dia dalam surgaMu, dan berikan aku ketabahan dalam
menjalani hidupku kedepan bersama anak Dhani yang kukandung.***